Total Tayangan Halaman

Jumat, 24 Juli 2009

NELAYAN PUGER MENGAJUKAN IJI RUMPON

Konflik nelayan puger tak kunjung selesai, hari selasa 21 juli 2009 nelayan kontra rumpon, melakukan aksi di depan kantor dinas peternakan dan perikanan kab jember dengan kekuatan masa kurang lebih 300 orang, mereka berorasi bahwa rumpon yang telah di pasang adalah ilegal, mereka menuntut rumpon-eumpon tersebut di putus. Menariknya lagi mereka juga membawa ikan lemuru sebanyak 3 kranjang lalu di taburkan di pintu halaman kantor, sepontan saja bau di sekitar berubah menjadi bau ikan.

Selang 1 jam berorasi 10 orang perwakilan di terima oleh kepala dinas peternakan dan perikanan di antaranya bpk Hartawan, Rifaldi, Kustiono sedang dari dinas. Keoala dinas peternakan dan perikanan Ir. Dalhar di dampingi Kabid perikanan Ir. Mahfud hadir juga pihak keamanan Wakapolres Jember guna melakukan perundingan. Cukup alat dalam perundingan, mereka ngotot agar rmupon rumpon tersebut di putus, menanggapi tuntutan mereka kepala dinas perikan menyampaikan bahwa untuk melakukan pemutusan bukan wewenangnya karena rumpon terbut jaraknya 40 mil laut dari bibir pantai, sesuai dengan keputusan menteri kelautan dan perikanan nomer 30 tahun 2004 adalah kewenangan Dirjen. Mendengar apa yang disampaikan kepala dinas, sesuasana semakin panas, dan salah satu perwakilan keluar dari ruang perundingan untuk menemui masa, dia menyampaikan bahwa dinas perikanan tak bertanggung jawab dan pengecut, serentak saja masa akan menduduki kantor, beruntung pihak keamanan dapat menenangkan masa yang semakin panas. setelah masa tenang salah satu perwakilan tadi masuk kembali ke ruang perundingan.

setelah beberapa jam berunding, akhiranya ada kesepekatan bahwa dinas peternakan dan perikanan membuat surat edaran yang di tujukan kepada pemilik rumpon, isi surat tersebut bagi nelayan pemilik rumpon yang belum punya ijin di mohon untuk membongkar rumponnya ssendiri-sendiri.

Menanggapi surat edaran dari dinas peternakan dan perikanan tersebut nelayan pemilik rumpon adem ayem saja, karena menurut mereka surat tersebut tidak akan ada artinya, yakni bertentangan dengan keputusan menteri kelautan dan perikanan nomer 30 tahun 2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon, dengan demikian surat tersebut batal demi hukum, kata Imam Hambali yang mendampingi nelayan rumpon.

Justru untuk menghindari konflik secara diam diam nelayan pemilik rumpon mengajukan permohonan ijin ke departemen kelautan dan perikan di jakarta pada tanggal 24 juli 2009.

Senin, 06 Juli 2009

Konflik nelayan

Knflik nelayan puger kabupaten jember jatim pada bulan juni 2009 di picu oleh keberadaan alat bantu penangkapan ikan yang berupa rumpon laut dalam. Rumpon tersebut berjumlah sekitar 18 yang di pasang dengan jarak 40 mil laut dari bibi pantai dan di miliki oleh nelyan sekoci dengan pakai alat tangkap pancing serta nelayan payang dengan alat tangkap jaring payang, sedang jumlah nelayan sekoci dan payang yang memiliki rumpon sekitar 125 buah kapal.
Rumpon-rumpon yang terpasang di persoalkan oleh nelayan jaringan dengan pakai alat tangkap jaring, mereka menolak keberadaan rumpon dengan alasan bahwa ikan - ikan tak dapat minggir justru hanya berputar - putar di sekitar rumpon, oleh karnanya mereka melakukan gerakan anti rumpon mereka menuntut agar rumpon - rumpon tersebut di putus. Gerakan anti rumpon terus menerus dilakukan sampai pada puncaknya pada tanggal 25 juni 2009 mereka mengadakan aksi massa turun jalan, mereka mendesak agar pemerintah khususnya dinas peternakan dan perikanan jember untuk memutus rumpon-rumpon tersebut.
Dengan gejolak tersebut pada akhirnya dinas peternakan dan perikanan menfasilitasi beberapa kali pertemuan antara pemilik rumpon dengan anti rumpon dengan tujuan agar ada kesepakatan antara kedua belah pihak, namun pertemuan tersebut muspro tak ada hasil kesepakatan apapun, karna dari pihak anti rumpon hanya menyebutkan satu pasal paokok e di putus.
Tak pelak gerakan tersebut hampir saja terjadi konflik horizontal antar nelayan, untung saja masih dapat di redam. beberapa hari situasi sangat mencekam, aparat kepolisian, pol airud dan kamla bejaga jaga untuk pengamanan. Sementara Mina Bahari dan FKN melakukan negosiasi untuk mencari solusi.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh Mina Bahari bahwa sesungguhnya konflik tersebut tidak sekedar faktor rumpon yakni adanya kecemburuan sosial yang dimainkan oleh kapitalis-kapitalis lokal, adanya persaingan antar pedagang yang ingin menguasai ikan tuna.